Gerakan penghematan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) akan merugikan rakyat karena akan memicu kenaikan harga BBM. Selain menyengsarakan rakyat, gerakan itu tidak efektif.
Oleh Muhamad Sulhanudin
Pertama, langkah itu tak akan banyak mempengaruhi kelangkaan BBM. Yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah menangkap para penyelundup dan pengoplos BBM yang semakin merajalela, karena sebenarnya merekalah penyebab kelangkaan BBM.
Kedua, langkah tersebut justru akan memicu kenaikan harga BBM di pasaran. Bila harga normal BBM adalah Rp 2.400, ketika sampai di pengecer akan dijual dengan harga Rp 3000,- atau bahkan bisa sampai Rp 15.000, seperti yang terjadi di Kupang (Kompas, 7/7/2005). Selain itu, aktivitas warga menjadi terganggu karena banyak transportasi umum tak beroperasi. Belum lagi para nelayan yang tak bisa melaut karena tak kebagian solar. Hal tersebut jelas sangat merugikan rakyat, khususnya rakyat kecil.
Memang, sepintas kebijakan pemerintah itu terkesan sangat populis, seperti langkahnya mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang penghematan penggunaan energi. Bagi kalangan instansi pemerintah, anjuran itu sangat berguna setidaknya agar para pejabat negara bisa menghemat penggunaan uang rakyat. Tapi, bagi industri (swasta) kebijakan itu akan mengurangi mobilitas usahanya sehingga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Bukankah hal ini malah bertentangan dengan garis kebijakan pemerintah SBY yang katanya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi rakyat?
Tampaklah di sini, kebijakan itu tidak sinkron dengan kebijakan pemerintah dalam jangka panjang. Bagaimana mungkin pemerintah akan mengangkat kesejahteraan rakyat bila setiap kebijakan yang dikeluarkan justru menindas rakyatnya sendiri. Padahal rakyat sudah dipaksa diam atau yang belum bisa diam, dihibur agar bisa diam, atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM beberapa waktu lalu.
Sementara para koruptor yang jelas-jelas merugikan negara dibiarkan lolos dari jeratan hukum. Kalaupun ada yang sudah tertangkap, itu hanya koruptor sekelas “maling ayam”. Koruptor-koruptor kelas akbar masih dibiarkan hidup merdeka. Anehnya, pemerintah malah sering mengeluh, koruptor-koruptor itu katanya bandel. Memangnya “8 langkah membasmi koruptor” yang pernah disosialisasikan itu masih belum mempan juga?
Bila pemerintah masih terus-terusan memberikan janji tapi kenyataa
nya tak juga ditepati, cepat atau lambat rakyat akan tidak percaya lagi pada pemerintah. Katanya dalam waktu 100 hari pemerintah akan menjerat semua koruptor, tapi mana buktinya? Katanya kenaikan BBM akan dikompensasikan untuk kesejahteraan rakyat, tapi buktinya banyak rakyat yang menderita busung lapar. Katanya dengan pencabutan subsidi BBM akan dialihkan ke pendidikan gratis, tapi buktinya sekolah makin mahal.
Entah sandiwara apalagi, di tengah kelangkaan BBM menyusul instruksi pemerintah tentang penghematan energi, saat ini wakil rakyat kita justru malah meminta kenaikan tunjangan. Ironis sekali, di satu pihak rakyat diminta berhemat, di lain pihak wakil rakyat malah berfoya-foya.
Sampai kapan lagi rakyat harus diminta bersabar menunggu perubahan nasib, sementara pemerintah dan wakil rakyat masih berjalan di tempat.
Hi grreat reading your blog
ReplyDelete