10 November 2005

Jalan terjal menuju kemenangan

Alunan suara takbir menggema di masjid, surau, rumah, hingga di jalanan. Suara letusan petasan beberapa kali terdengar dari sudut-sudut perkampungan. Hari itu para warga tengah merayakan idul fitri, hari kemenangan, setelah satu bulan berjuang mengendalikan hawa nafsu dengan menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan.

Perjuangan (jihad) melawan hawa nafsu memang tidak ringan. Amat menguras segenap energi akal dan pikiran. Maka rosululloh pun berkata pada sahabat bahwa akan ada jihad yang lebih berat setelah berperang melawan musuh di medan laga, yakni jihad melawan hawa nafsu (jihad li nafs). Ketika berjihad di medan perang musuh yang dihadapi sudah jelas, tapi jihad melawan hawa nafsu musuh yang akan dihadapi tidak lain adalah diri kita sendiri.

Lalu siapa musuh yang menyelinap dalam diri kita itu?

Setiap perbuatan jelek, yang tidak manusiawi, sering disebut sebagai perbuatan setan. Maka bila ada manusia yang berbuat jelek sebenarnya dia telah termakan bujukan setan, bukan kehendak dirinya. Hal ini karena manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan suci (fitri), layaknya bayi yang baru dilahirkan. Sedang fitrah (kodrat) manusia diciptakan oleh Tuhan tiada lain untuk mengabdi kepadaNya.

Manusia diciptakan dari tanah. Sedang setan diciptakan dari api. Yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, dia diciptakan dilengkapi dengan akal pikiran dan perasaan. Malaikat saja tidak demikian. Malaikat diciptakan dari cahaya (nur) dan didaulat untuk selalu patuh pada perintah tuhan.

Setan merasa lebih mulia dari manusia yang hanya diciptakan dari sejengkal tanah, berbeda dengan dirinya yang diciptakan dari api. Maka ketika tuhan menurunkan Adam dan Hawa ke syurga, setan dengan keras menentang. Setan kemudian menggoda Hawa untuk memakan buah kholdu yang menjadi simbol larangan dari Tuhan. Karena terbujuk oleh ajakan setan, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Setan berikrar di depan tuhan untuk menggoda umat manusia hingga kiamat. Sebagai imbalannya, setan akan menjadi penghuni abadi di neraka kelak.

Selain itu, setiap perbuatan yang jelek juga sering disebut perbuatan hewan. Sama saja, tidak manusiawi. Maka ketika manusia melakukan tindakan seperti hewan sebenarnya ia telah menanggalkan perangkat kemanusiaannya. Akal, pikiran, dan perasaannya sudah tidak digunakan lagi. Dia akan menjadi liar seperti binatang yang tidak punya norma dan aturan seperti manusia.

Kembali pada pertanyaan di atas, manusia harus mengenali dirinya sendiri untuk mengetahui potensi kekuatan musuh yang ada dalam dirinya. Manusia tidak ada bedanya dengan setan ketika dia selalu menuruti hawa nafsu yang dibisikkan oleh setan yang menyelinap dalam dirinya.

Manusia juga bisa menjadi setan ketika dia menyebarkan kemungkaran pada manusia yang lainnya. Maka sebenarnya dia sendiri adalah setan, bukan hanya setan bagi dirinya sendiri tapi juga setan bagi manusia lainnya.

Manusia, makhluk yang paling sempurna (ahsanul khuluq) diciptakan oleh tuhan, sebaiknya tidak perlu memaki-maki binatang ketika mengumpat manusia lainnya. Anjing, babi, dan kawan-kawannya itu tak bersalah. Sudah menjadi kehendak tuhan menciptakan anjing dan babi sebagai hewan yang haram untuk dimakan daginya. Perilaku anjing menjadi tamsil bagi manusia ketika dia tidak menggunakan kodrat manusianya, bukan sebagai makhluk cemoohan.

Semoga kemenangan yang kita rayakan di hari Idul Fitri kali ini bukan hanya kemenangan semu. Bukan sekadar menjadi tradisi perayaan dengan segala ritualnya. Bukan hanya basa-basi seperti kado ucapan selamat ketika lebaran. Tapi kemenangan abadi yang dapat kita petik hasilnya kelak di hari pembalasan.

Memang tak ada salahnya merayakan atas keberhasilan yang telah kita capai. Tapi, apakah kita sudah benar-benar mampu mengalahkan hawa nafsu yang ada pada diri kita sendiri?

Perjuangan belum selesai, masih akan ada perjalanan panjang setelah perayaan hari kemenangan kali ini.

Tulisan yang masih berkaitan:



No comments:

Post a Comment