Awal Oktober 2005 nanti pemerintah akan mengumumkan kenaikan harga BBM. Rencana pemerintah tersebut mendapat reaksi pro dan kontra. Saya sendiri berada di barisan yang menolak.
Alasannya, kebijakan tersebut akan berimbas pada segala macam aspek kehidupan masyarakat. Praktis saja, BBM menyangkut hajat hidup orang banyak. Sekecil apapun kenaikan harga, akan berdampak luas.Yang paling mendasar adalah meningkatnya harga bahan-bahan kebutuhan sehari-hari.
Siapa yang jadi korbanya?
Tentu bukan para wakil rakyat, atau pejabat elit lainnya yang bergaji tinggi, yang tentu tidak akan dirisaukan oleh kenaikan harga BBM. Tapi rakyat kecil, yang buat makan sehari-hari saja kesulitan. Kondisi ini akan semakin memperparah deretan panjang penderitaan rakyat miskin di negeri ini.
Betul, segala macam persoalan tengah melilit bangsa ini. Dari soal utang yang kian menggunung sampai soal pekerjaan rumah yang belum juga terselesaikan, yakni memberantas KKN. Begitu kompleks memang. Urusan ini tentu tidak sesederhana bisa diselesaikan dengan hanya membalikan telapak tangan. sim salabim, abracadraba, wush....
Subsidi BBM kemudian dituduh menjadi salah satu biang keladi dari munculnya persoalan di atas. Harga minyak di negeri ini katanya jauh di bawah harga pasaran internasional. Menurut para pakar yang pro pemerintah, subsidi BBM itu ternyata sebagaian besar dinikmati oleh golongan menengah ke atas.
Argumentasi tersebut sebenarnya sangat bisa diperdebatkan. Sederhana saja, siapa yang paling merasakan dampak dari kenaikan BBM ini? Buktinya, seperti bisa dilihat dari berita-berita yang diturunkan oleh media bagaimana tersiksanya rakyat kecil ketika harga BBM dinaikkan beberapa waktu lalu. Nelayan terpaksa harus libur melaut karena mahalnya harga solar. Itu baru sebagian kecil. Kenyataan di lapangan sangat mungkin lebih parah.
Tapi mengapa pemerintah masih bersikeras menaikkan harga BBM?
Bila benar pemerintah menaikan harga BBM pada awal bulan oktober nanti, tentu sangat disesalkan. Pemerintah terkesan membebankan segala persoalan bangsa pada rakyat kecil. Dalam hal ini pemerintah tidak membela kepentingan kelas bawah.
Yang menjadi pertanyaan kenapa pemerintah tidak membereskan persoalan-persoalan besar yang jelas menjadi biang keladi dari krisis bangsa ini, yakni KKN, tapi malah membebankan pada rakyat. Muncul kesan pemerintah seperti senagaja membidik ikan-ikan teri dari pada ikan kakap yang lebih besar, yang lebih gemuk, yang bisa dibagi untuk menu makan orang banyak.
Yang perlu dicatat dalam pemerintah kali ini, pemerintah terlalu banyak mengobral janji. Tidak salah memang. Tapi bila terus-terusan berjanji namun tak pernah ditepati, tentu akan bikin bosan yang mendengarnya. Dari sini muncul sikap skeptis masyarakat pada kinerja pemerintahan SBY-JK ini.
Termasuk juga rencana kompensasi dari kenaikan BBM nanti yang katanya akan dialokasikan untuk subsidi pendidikan, pelayanan kesehatan gratis, perbaikan fasilitas umum, dll. Apa ini bisa direalisasikan, bagaimana teori praktisnya, sementara utang saja masih menumpuk, jangan-jangan hanya untuk menutup utang. Kalau dugaan itu benar, pemerintah lagi-lagi ngibul!
Yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah dengan kenaikan harga BBM nanti, akan ada kenaikan tingkat pendapatan warga, khususnya golongan menengah ke bawah. Misalnya, kenaikan harga untuk produk-produk pertanian, perikanan, kerajinan masyarakat, upah buruh, dll. Kalau memang ada jaminan, kenaikan BBM tak jadi soal. Bila tidak, say no to "kenaikan harga BBM". Tai kucing dengan segala macam alasan!
Serentetan masalah akan muncul di belakang kenaikan BBM nanti. kelaparan, putus sekolah, pengangguran, inflasi, dan tetek bengek lainnya. Tak perlu terlalu teoritis menjelaskan kenaikan harga BBM itu, karena kenyataan di lapangan sudah jelas: rakyat kecil yang dirugikan!
*Diposting dari milis juranlisme-sastrawi@yahoogroups.com, 28 September 2005
No comments:
Post a Comment