Mata pria berkaca mata hitam itu tertuju pada batang korek yang berada di atas tutup botol. Tangannya memegang tangkai pancing yang dililiti benang sepanjang 2 meteran. Diujung benang bukan diikat pancing seperti yang digunakan kebanyakan orang untuk memancing ikan, tapi gelang seukuran jari telunjuk orang dewasa yang dipertemukan dengan ibu jari. Lalu, hendak memancing apakah pria itu dengan gelang?
Pria itu tampak serius, namun tetap tenang. Gelang di ujung benang itu diarahkan ke batang korek yang diletakkan di atas teh botol yang berada di depannya sekira dua langkah orang dewasa. Orang di sekelilingnya mengamati, seperti tengah memerhatikan seorang instruktur yang sedang memberikan contoh kepada peserta kursus. Sedikit lagi gelang itu akan dimasukan pada ujung batang korek. Apakah ia akan berhasil? Yup, gelang itu benar-benar masuk ke batang korek yang diletakkan di atas teh botol Sosro.
Beberapa orang di sekelilingnya tampak mengangguk-anggukkan kepala, tapi ada juga yang malah menggelengkan kepala. Entah apa yang sedang mereka rasakan saat itu, heran atau takjub dengan apa yang baru dilakukan oleh pria berkaca mata hitam itu.
Segera saja para pemancing lainnya mempraktekkan seperti yang dicontohkan oleh instruktur. Ya sedikit, sedikit lagi masuk. Ah, namun gelang itu lebih dulu menyentuh ujung batang korek hingga membuatnya terjatuh.
“Sudah, sudah jatuh. Ibu gagal,” tutur pria berkaca mata hitam di depannya.
“Ya, saya nambah lagi,” jawab seorang perempuan paroh baya yang tangan kananya tampak membopong pot bunga, sambil mengulurkan uang 1000 rupiah.
Untuk kedua kalinya perempuan itu gagal lagi. Ia nyerah. “Wah, ternyata susah. Coba kalau nggak ada koreknya,” tuturnya kemudian berlalu meninggalkan arena pemancingan.
****
Pagi itu, seperti biasanya setiap Minggu pagi Simpang Lima dipadati pengunjung. Ada yang mengerumuni pedagang sepatu, penjual kaos Panser Biru, boneka, majalah bekas, Tempura, penjual jamu, dan yang satu ini, mancing berhadiah handphone. Diantara pusat keramaian di Simpang Lima pagi itu, mancing berhadiah handphone itulah yang dari pagi hingga menjelang keramaian usai paling banyak menyedot perhatian pengunjung.
Setiap pemancing dipungut Rp 1000 untuk sekali memancing. Aturan mainnya, pemancing harus bisa memasukkan gelang yang dililitkan pada benang pancing ke botol yang diatasnya terdapat batang korek yang ditaruh diatas tutup botol. Di sinilah letak kesulitannya, gelang belum sempat masuk tapi lebih dulu menyentuh batang korek. Kalau ini terjadi, maka si pemancing telah gagal. Urung menukarkan uangnya 1000 rupiah dengan handphone berbagai merk yang dijajar di belakang botol.
“Ya, nggak papa. Cuma membayar seribu, kalau untung bisa dapat handphone,” ucap salah seorang pemancing yang sudah beberapa kali mencoba keberuntungan namun masih gagal.
Dan hasilnya, dari pagi sampai siang menjelang keramaian minggu pagi di simpang lima itu usai, belum ada satu pun pemancing yang beruntung mendapat handphone. Saya mencoba-coba menghitung berapa hasil keuntungan yang diperoleh oleh penyelenggara arena pemancingan. Kalau satu orang mencoba keberuntungan sebanyak tiga kali, dan ada seratus pengunjung, maka hasil yang didapat oleh penyelenggara adalah 300 ribu. Jumlah ini bisa lebih, karena satu pemancing sampai ada yang menghabiskan 10.000.
Hmmm, bagaimana jika ada satu orang saja yang berhasil memasukkan gelang ke botol? Misal dia dapat HP Nokia seri 2100 yang harga bekasnya masih berkisar 300 ribuan. Berani betul penyelenggara ini. Ya inilah permaianan hidup, untuk mencari makan memang harus berani bertaruh. Untung atau buntung ada di depan mata!
No comments:
Post a Comment