Jika ada yang bertanya, seberapa besar cinta anda pada Indonesia, maka Murni Ramli punya jawabannya. Mantan guru sebuah sekolah swasta di Bogor yang sekarang sedang menempuh pendidikan doktor di Jepang ini, menganggap bahwa dirinya menjadi warga negara Indonesia karena suatu kebetulan.
Kebetulan yang dimaksud tentu saja karena dirinya terlanjur dilahirkan di Indonesia. Akan lain cerita jika dia dilahirkan di Jepang, atau negara lain. Maka sudah barang tentu ia akan menjadi warga negara tersebut.
Lantas bagaimana jika Murni diminta memilih. Dia lebih memilih menjadi warga Indonesia atau Jepang?
“Ehmm.... pilihannya cuma dua neh. La wong ga isok milih tempat mbrujul yang aman deh…” jawabnya ketika saya wawancarai via google talk.
Suatu kali dalam blognya di http://murniramli.wordpress.com, Murni mengajukan pertanyaan: Apakah Saya Cinta Indonesia? Ia membeberkan pernak-pernik Jepang dari hasil pengamatannya selama dua tahun lebih tinggal di negeri matahari terbit itu. Mulai dari masyarakat Jepang yang dingin ketika di kereta, tidak mudah menyapa seperti orang Indonesia; sarana transportasi yang supercanggih; dan satu lagi yang membuat Murni kagum, sistem pendidikannya.
“Fasilitas seluruh negeri hampir seragam dan sangat elit, sistem belajar di PT ga segila di Indonesia (IPB apalagi), di sini lebih nyantai, dan bisa part time job,” balasnya.
Sistem pembelajaran di Jepang diceritakan lebih santai. Anak-anak sekolah bisa belajar dengan lebih menyenangkan, tanpa harus dibebani pekerjaan rumah yang berjibun, bahkan tidak perlu memakai seragam. Tapi kenapa hasilnya bisa maksimal?
Dalam posting yang diberi judul Mengapa Anak Indonesia Lebih Gampang Beradaptasi di Sekolah Jepang?, Murni memberikan analisanya. Salah satu perbedaan dengan sekolah di Indonesia, yakni ketika siswa hendak masuk sekolah. Di Jepang orang tua siswa tidak ditanyai soal biaya uang gedung, SPP, maupun uang seragam. Pertanyaan yang diajukan lebih difokuskan pada masalah kondisi psikologis sang anak.
Dalam hati kecil, Murni mengakui dalam beberapa hal Jepang lebih baik dari Indonesia. Namun ketika ada seorang temannya di Jepang memberikan penilaian yang kurang baik tentang Indonesia, ia akan bersikeras membelanya.
Seperti ketika manajer dia menanyakan soal hilangnya pesawat Adam Air. Murni malah berkelit dengan mengatakan ”Kami punya perusahaan penerbangan yang memproduksi pesawat ringan untuk menerbangkan orang Indonesia dari pulau ke pulau. Kami juga mengekspornya! Padahal ini benar-benar tidak nyambung dengan pertanyaannya !”
Kenapa ia rela membela Indonesia, seolah-olah tak rela nama negerinya itu dicela oleh warga negera lain. Apakah ini karena kecintaannya pada Indonesia?
“Ini mah respon normal semua orang lagi. Tapi saya kadang mengiyakan pendapat mereka juga, cuman belakangnya pasti saya kasih `tapi...mengkritik itu boleh, cuma harus adil’,” jawab Murni.
Itulah Murni. Seorang blogger Indonesia keturunan bugis tulen yang mempertaruhkan rasa nasionalismenya ketika berada di negera lain yang diam-diam dia kagumi. Lama berpisah dengan keluarganya yang sekarang tinggal di Madiun, Jawa Timur, sering membuatnya kangen. Ia rindu akan kampung halamannya dengan sawah yang hijau, penduduk yang ramah, tanah lapang yang luas, yang baginya tak akan ditemukan di belahan bumi manapun.
Saat ini Murni tengah menempuh studi phd di Nagoya University atas biaya sendiri, tak seperti waktu dia mengikuti Teacher Training yang disponsori oleh Kementrian Pendidikan Jepang. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan, Murni bekerja paroh waktu sambil kuliah.
Di Nagoya University Murni belajar tentang pengelolaan sekolah dan pendidikan (educational management). Berbeda dari yang ampunya sewaktu mengajar ilmu pertanian di Politeknik Darul Fallah dan ngajar Bhs Inggris plus Bahasa Arab di MA Al-Haitsam Bogor. Maklum, ia adalah alumni Institute Pertanian Bogor (IPB).
Murni tinggal di Nagoya, ibukota Aichi prefecture, provinsi terkaya di Jepang karena di wilayah ini ada perusahaan otomotif raksasa Toyota co. Jika tak ada aral melintang, studi doktoralnya di Nagoya University akan selesai pada Maret 2009.
Apa rencana Murni setelah pulang ke Indonesia?
“Tadinya mau balik ke sekolah yangg lama. Tapi kemudian berubah pikiran. Saya suka sekali dengan dunia penelitian sejak saya S1. Waktu itu temanya memang pertanian, sekarang agak bergeser ke pendidikan. Jadi saya berencana melamar di sebuah lembaga penelitian atau jadi dosen supaya bisa terus meneliti,” ungkapnya.
Dari pengakuanya, calon doktor ini ternyata masih single. Kapan ia akan mengakhiri masa lajangnya, apakah dengan orang Jepang atau justru dengan warga senegaranya? Silakan tanyakan langsung kepada bu Murni.****
*Tulisan ini dimuat di rubrik blog suaramerdeka.com.
Anda punya blog menarik? Atau bisa juga mengusulkan blog teman anda. Kirim alamat blog, nama pemilik, dan deskripsi singkat blog ke alamat email bloggernarsis@yahoo.com. Anda juga bisa berdiskusi lebih lanjut seputar dunia blog di milis Bloggernarsis@yahoogroups.com. Info selengkapnya di blog.suaramerdeka.com
blognya emang keren....
ReplyDeletebos, untuk sementara aku gak bisa kirim email karena kompi dui kantor kayanya digerpol spyware. ni lagi di tangani.
ReplyDeleteso, untuk sementara aku ga bisa moderasi milis jursas. kamu tangani ma si ikram yah...???
jangan bahas blog orang mulu.. ingar... jurnalism is the closest thing we have to religion!!! hehe...
iye, gpp. aku kirain BI juga kebanjiran, kayak Metro TV yang diberitakan malam ini. ternyata si setan spyware!
ReplyDeletejangan bahas blog orang mulu, yayaya... tapi jangan lupa, dari blog, kita bisa mengetahui banyak hal. blog bahkan menyampaikan suatu yang tak dapat diberitakan oleh media. blog dalam hal ini menjadi media bawah tanah, istilah kerennya.
aku tau maksudmu bung. ya gimana lagi, tuntutan keadaan. aku tetap berusaha memegang prinsip itu...