03 August 2006

Keramahan sebuah Pelayanan

Siang itu, saya mengunjungi sebuah bank terkemuka. Baru saja saya membuka pintu, dua orang laki-laki bertubuh tegap, menyapa saya, "selamat siang pak, ada yang bisa kami bantu?" ucapnya dengan raut muka senyum ramah.

Salah seorang diantaranya kemudian mengantarkan saya menuju customer service, "silakan mengambil nomor antri, dan menunggu di sini," ucapnya lagi, sambil menunjukkan tempat tunggu untuk para nasabah.

Tak lama kemudian, nomor urut saya dipanggil. Setiba di customer service saya kembali disapa dengan senyum ramah perempuan berparas anggun dengan penampilan yang serba rapi. Saya pun kemudian menyampaikan keperluan saya.

Keramahan menjadi daya magis keberhasilan sebuah usaha jasa.

Siang itu, saya mengunjungi sebuah bank terkemuka. Baru saja saya membuka pintu, dua orang laki-laki bertubuh tegap, menyapa saya, "selamat siang pak, ada yang bisa kami bantu?" ucapnya dengan raut muka senyum ramah.

Salah seorang diantaranya kemudian mengantarkan saya menuju customer service, "silakan mengambil nomor antri, dan menunggu di sini," ucapnya lagi, sambil menunjukkan tempat tunggu untuk para nasabah.

Tak lama kemudian, nomor urut saya dipanggil. Setiba di customer service saya kembali disapa dengan senyum ramah perempuan berparas anggun dengan penampilan yang serba rapi. Saya pun kemudian menyampaikan keperluan saya.

*****
Bagi sebuah usaha pelayanan jasa, seperti bank, keramahan pelayanan menjadi hal yang sangat penting. Dengan raut muka tersenyum para pegawai menyapa setiap pengunjung. Ini harus dilakukan, tak peduli apakah mereka tengah punya masalah keluarga, apakah sebelum berangkat kerja yang bersangkutan baru saja berantem dengan sang suami, "pokoknya berikan pelayanan semaksimal mungkin".

Untuk apa hal itu dilakukan?

Tak dipungkiri, ketika menjumpai para pegawai bank yang ramah itu, saya merasa nyaman. Setidaknya keramahan para pegawai itu mengurangi depresi saya yang tengah menghadapi banyak masalah. Apalagi agenda kedatangan saya siang itu untuk lapor kehilangan. Tiga hari sebelumnya, saya kehilangan ATM. ATM bersma dompet dan seisinya tertinggal setelah mengambil uang di ATM di dekat kampus.

Saya juga sempat berpikir, jangan-jangan para pegawai itu melakukannya dengan pura-pura. Bisa saja mereka melakukannya dengan terpaksa karena tuntutan profesi. Apakah mereka juga tidak sedang punya masalah, problem keluarga misalnya?

Sesekali saya memerhatikan sorot mata customer service yang tengah berbicara dengan saya siang itu. Saya juga mengamati setiap gerak tubuhnya. Wah, lumayan juga nih, he....

"Kami punya produk baru, apakah anda sudah memanfaatkannya," ucap perempuan itu mengagetkan saya.

Ia menjelaskan kepada saya tentang kelebihan fasilitas baru itu. Saya tak banyak bicara, cuma sesekali menganggukkan kepala. "Oke deh, saya minta brosurnya, biar nanti saya baca-baca lagi," jawab saya.

Saya baru menyadari, dengan memberikan jawaban itu, saya tiba-tiba rela menjadi pelanggan yang baik. Saya pun saat itu tak keberatan menuruti apa yang dikatakan, seolah-olah tak mau mengecewakannya. Sebelum meninggalkan bank, perempuan itu masih mengucapkan terima kasih dan ucapan-ucapan manis lainnya secara apresiatif. Ketika akan keluar dari bank, dua orang pria membukan pintu untuk saya.

Siang itu saya benar-benar menjadi orang istimewa. Andai saja tiap hari saya menjumpai orang-orang seperti di bank itu, alangkah damainya hidup ini,..... :)

Tulisan yang masih berkaitan:



No comments:

Post a Comment