27 July 2006

Hidup dalam Sinetron

Tayangan sinetron kian menjamur di televisi. Namun cerita yang disajikan belum juga menawarkan sesuatu yang baru. Cinta, drama rumah tangga, dan satu lagi yang kian marak, sinetron dengan tema-tema mistik yang dikemas dalam nuansa islami. Salah satu diantaranya adalah sinetron Hidayah.

Ragam sinetron yang terakhir itu selalu saja menyajikan kisah pertaubatan sang tokoh di akhir cerita. Bila si tokoh tidak juga bertaubat, maka akan mendapatkan azab dari Allah. Azab ini bisa saja datang secara langsung ketika yang bersangkutan masih hidup. Pada salah satu episode, seorang dukun yang mengaku bisa mengendalikan hujan, menangkap petir, dan menunda kematian, yang tengah sesumbar menantang tuhan, saat itu juga langsung disambar petir. Mampus dia!


Tayangan sinetron kian menjamur di televisi. Namun cerita yang disajikan belum juga menawarkan sesuatu yang baru. Cinta, drama rumah tangga, dan satu lagi yang kian marak, sinetron dengan tema-tema mistik yang dikemas dalam nuansa islami. Salah satu diantaranya adalah sinetron Hidayah.

Ini adalah salah satu episode Sinetron Hidayah “Azab Seorang Istri yang Suka Berselingkuh” (sumber: dok. Trans TV )

Ragam sinetron yang terakhir itu selalu saja menyajikan kisah pertaubatan sang tokoh di akhir cerita. Bila si tokoh tidak juga bertaubat, maka akan mendapatkan azab dari Allah. Azab ini bisa saja datang secara langsung ketika yang bersangkutan masih hidup. Pada salah satu episode, seorang dukun yang mengaku bisa mengendalikan hujan, menangkap petir, dan menunda kematian, yang tengah sesumbar menantang tuhan, saat itu juga langsung disambar petir. Mampus dia!

Hampir semua tokoh yang berbuat jahat akan mendapatkan balasan di akhir cerita. Mobilnya menabrak pohon atau terjungkir ke jurang, dientup kalajengking, kesetrum listrik, ataupun hal-hal serba kebetulan lainnya yang mengantarkan kematian si tokoh jahat itu.

Belum cukup, setelah mati, jenazahnya akan mendapat laknat. Ada jenazah yang sewaktu akan dikubur terus mengeluarkan darah, karena yang sewaktu hidup almarhum durhaka pada orang tua. Ada lagi jenazah yang berbau busuk dan di atas pemakamannya muncul kotoran, karena almarhum suka memeras orang lain.

Hal lain yang juga serba kebetulan, adanya ketimpangan kepribadian antar tokoh dalam sebuah rumah tangga. Suami yang saleh beristrikan perempuan yang jauh dari kehidupannya. Cerewet, tidak taat pada suami, suka menghasut, durhaka pada mertua, dan sifat buruk lainnya. Atau Istri yang anggun nan salehah, namun suami tiap hari bermain judi, main perempuan, minum-minuman keras, suka memeras para tetangga. Bila tidak dari pihak orang tua, masalah dimunculkan dari anak yang tidak berbakti kepada orang tua.

Ketika istri berperan sebagai tokoh jahat, maka suami yang akan memerankan sebagai tokoh yang baik. Ia sabar, tidak sakit hati kendati berkali-kali disakiti oleh istrinya. Ia senantiasa mengucap nama besar tuhan dan berharap tuhan memberikan hidayah kepada istrinya. Atau sebaliknya, suami yang jahat, istri yang penyabar, salehah. Bisa juga anak yang durhaka, orang tua yang penyayang, dan tak pernah lelah memanjatkan doa agar anaknya kembali ke jalan yang benar.

Menurut pengakuan pihak pembuat sinetron, cerita yang disajikan itu diadaptasi dari kisah nyata. Memang sangat mungkin kehidupan yang ada di sinetron itu terjadi dalam dunia nyata. Ada orang yang benar-benar jahat, dan sebaliknya ada orang yang baiknya hampir menyamai nabi. Bila kita percaya, orang yang jahat itu sebenanya belum mendapat hidayahNya.

Di satu sisi, cerita dalam sinetron itu akan mampu memberikan penyadaran (katarsis) bagi para penonton--bila itu memang yang menjadi tujuan. Mungkin saja mereka menjumpai cerita yang hampir sama dalam kehidupannya, sehingga ia menemukan pembenarannya dalam sinetron itu.

Namun di sisi lain, penyadaran model sintron itu memiliki kelemahan bila ditinjau dari sisi edukasi yang disampaikan kepada pemirsa. Apakah benar, bahwa azab dari tuhan itu akan selalu datang seketika itu juga, apakah benar bahwa pertolongan dari tuhan akan turun secara langsung ketika orang berdoa?

Pada saat tertentu situasi seperti itu bisa terjadi, karena toh tuhan juga mahakuasa. Tapi kan tidak selalu. Bila cerita semacam itu yang terus diulang, tentunya penonton juga akan jenuh. Kalau sinetron tak ada yang nonton lagi, yang rugi juga pihak pembuat sinetron kan?

Yang menjadi pertanyaan pokok adalah sisi kedalaman dari cerita itu. Bukankah kehidupan ini sangat kompleks. Seseorang bisa menjadi berubah sikap karena mengalami suatu proses kehidupan ataupun pengalaman batin yang panjang. Jadi semuanya tidak serba kebetulan. Satu sama lain saling berkaitan.

Sebagai sebuah tontonan yang mempunyai misi dakwah, tayangan semacam sinetron hidayah itu bisa saja memberikan penyadaran terhadap para pemirsa. Namun sebagai sebuah tontonan, sebuah seni bercerita, sinetron itu kurang mendapatkan tempatnya sebagai hiburan yang berkualitas.

Sekarang terserah anda, mau pilih yang mana. Bukankah anda selaku pemirsa, sama halnya dengan pembuat sinetron, juga memiliki kepentingan?

Tulisan yang masih berkaitan:



No comments:

Post a Comment