20 October 2005

Kyai, Agamawan, atau Negarawan

Tanggapan atas iklan mendukung kenaikan harga BBM oleh A'a Gym.

Kyai kok mendukung kenaikan BBM, padahal jelas akan menyengsarakan
rakyat kecil? Apa sih sebenarnya motivasi A'a Gym ikut
mengkampenyakan kenaikan BBM itu?

Saya agak telat menyaksikan iklan kenaikan BBM oleh A'a Gym yang
kontroversial itu. Saya memang jarang menonton TV. Saya melongo
menyaksikan Aa' Gym muncul dalam iklan itu. Dia minta agar rakyat
Indonesia bersabar karena negara sedang dalam kesulitan. BBM naik,
semua barang naik, rakyat disuruh bersabar. Yang benar saja.

Saya jadi curiga, jangan-jangan A'a kita ini dibayar oleh pemerintah.
Kalaupun tidak dibayar bisa jadi ada kepentingan lain. Entahlah,
hanya A'a dan Tuhan yang tau. Lihat saja, embel-embel di belakang
iklan itu. Coba bila dia mengkampanyekan menolak kenaikan BBM, pasti
akan berpengaruh besar, setidaknya bisa menekan pemerintah, karena
dia masih dipandang sebagai sosok yang kharismatik. Ah, sekarang
tidak lagi.

Beginilah akibatnya bila kyai merangkap sebagai negarawan. Dia
mendukung kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat itu dengan
dalih agama. Kasus seperti ini tidak hanya sekali terjadi di negara
kita. Isu agama sering dipakai untuk kepentingan politik. Yang paling
tampak saat ada hajatan pemilu. Golkar pada pemilu '99 memakai
semboyan 'fastabiqul hoirot', berlomba-lomba dalam kebajikan. yang
bener tuh fastabiqul ila 'korupsi'. padahal kepentingannya lain.
agama menyangkut hubungan manusia dengan tuhannya, politik untuk
kepentingan manusia semata, sama sekali tak ada kaitannya dengan
tuhan.

Harusnya Aa' juga tau tentang teori zakat, yang bisa
diimplemantasikan dalam teori perpajakan. Itu bagus sekali. Zakat
bertujuan untuk memberikan subsidi silang dari yang mampu kepada yang
kurang/tidak mampu. Ini bisa diterapkan misalnya dengan menaikkan
pajak bagi barang-barang mewah.

Ironis memang, sementara rakyat buat makan saja susah, banyak warga
yang hidup bergelimang harta. Coba tengok berapa tuh mobil atau
kendaraan yang dimiliki oleh para keluarga konglomerat. Masak satu
keluarga yang cuma beranggotakan 4 orang sampai punya mobil puluhan.
Dari mana tuh mereka bensin-nya, emang mereka punya sumur minyak
sendiri?

Makanya, untuk mengantisipasi hal itu, harus diterapkan pajak yang
tinggi atas kepemilikan barang-2 mewah. Dari pajak ini nantinya bisa
digunakan untuk keperluan umat, seperti pembangunan fasilitas umum,
perbaikan jalan raya, pemberian subsidi pendidikan gratis. Masak,
rakyat sudah sengsara, malah ditambah beban lagi. sudah begitu, masih
diminta bersabar.

*Hayamwuruk, 9 Oktober 2005.

Tulisan yang masih berkaitan:



2 comments:

  1. Ya tuh. Kyai ya nggak usah neko-neko to. Pake acara mendukung program pemerintah segala. Ditinggalin sama umatnya payah lo.

    ReplyDelete
  2. Assakamualaikum,
    Saya menghargai kritikan Anda. Tapi Anda tidak terlalu cepat menjudge orang lain. Apa yang Anda lihat baru sebagian, lantas kemudian anda buat sebagai dasar penilaian.
    Ulama, kyai, adalah penyambung lidah para nabi. Bila Anda menghinanya, berarti anda juga telah menghina para wali dan juga nabi. Semoga anda mengerti.
    Wassalam,

    ReplyDelete