09 August 2007

Sensasi Sang Pakar Telematika

Roy Suryo tampaknya hendak membuat kejutan di bulan Agustus ini menjalang peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-62. Ia mempublikasikan lagu Indonesia Raya Tiga Stanza yang diklaimnya sebagai hasil temuannya bersama Tim Air Putih dari sebuah server di Belanda.

Konferensi Pers pun digelar. Media ramai mengabarkan temuan istimewa ini. Namun selang beberapa hari kemudian temuan itu ternyata dinyatakan basi!

Lagu Indonesia Raya yang diklaim oleh penemunya sebagai temuan baru itu ternyata sudah ada di Youtube sejak Desember 2006 . Reaksi juga datang dari Perum Percetakan Negara RI (PCNRI) Cabang Surakarta yang menyatakan sudah lama memiliki rekaman lagu Indonesia Raya Tiga Stanza seperti yang ditemukan Roy Suryo. Mohammad Ridwan seperti dilansir oleh Detik.com, mengaku pernah menemukan lagu Indonesia baru itu di buku pelajaran SD.

Tak hanya itu, pengurus Air Putih belakangan memberikan klarifikasi atas pernyataan Roy Suryo yang membawa-bawa nama lembaganya. Disebutkan bahwa Air Putih tidak pernah mengadakan penelitian secara khusus tentang arsip sejarah di internet. Dinyatakan pula bahwa Roy Suryo bukan anggota Air Putih, apalagi ketuanya.

Yang amat memalukan barangkali adalah soal pengakuan Roy Suryo yang menemukan lagu Indonesia Raya itu di sebuah server di Belanda. Menurut pengurus Air Putih lagu itu ditemukan dari hardisk di salah satu komputer milik Air Putih yang entah kapan dan didownload oleh siapa. Dan Roy Suryo adalah salah seorang yang pernah mengopi data sejarah dan lagu Indonesia Raya itu.

Roy Suryo, Media dan Blogger

Timbul pertanyaan, mengapa media massa pada mulanya tampak membesar-besarkan isu itu tanpa melakukan kroscek lebih dulu. Apakah memang wartawan pada mulanya memang tidak mengetahui bahwa temuan Roy Suryo itu sudah lama ada, atau memang ada agenda untuk kembali mengangkat isu ini mengingat momentum yang tepat menjelang peringatan Hari Ulang Tahun RI yang ke-62?

Memang media selanjutnya terus melakukan penelusuran, dan akhirnya membongkar apa yang sebenarnya terjadi. Media bisa membela diri bahwa kebenaran dirangkai dari waktu ke waktu, terus berevolusi, dan pada akhirnya semua informasi yang dirangkum itu saling melengkapi. Namun dari beberapa kali pemberitaan, media kerapkali tampak mengekspose secara berlebihan isu-isu yang dilontarkan oleh sang pakar telematika itu.

Hal inilah yang amat disayangkan oleh para blogger yang banyak mengetahui kapasitas kepakaran Roy Suryo, yang dicitrakan oleh media sebagai pakar telematika. Beberapa komentar sanggahan atas pernyataan-pernyataan Roy Suryo sempat dirangkum dalam situs Roysuryowatch.org, namun situs ini sudah tak dapat diakses lagi.

Ambar Sari Dewi pernah menulis profile Roy Suryo di Majalah Pantau edisi Juli 2001 yang diberi judul “Roy Suryo Sang Jagoan”. Tanpa melebih-lebihkan, agaknya sosok Roy Suryo yang diangkat oleh media dikupas secara berimbang dalam tulisan ini. Ada pernyataan saudara kandung Roy Suryo, Roni Suryo yang mengakui bahwa adiknya ini sebenarnya tak cukup punya kompetensi dalam bidang IT. Roni bahkan mengatakan jika adiknya memang suka mencari popularitas. Tulisan ini bisa dibaca di www.pantau.or.id.

Jika dirunut dari beberapa catatan para blogger, perseteruan Roy Suryo dengan para blogger itu bermula dari komentar Roy Suryo yang menilai bahwa blog dan friendster adalah tren sesaat. Menurutnya, seperti yang dicatat dalam blog priyadi.net, profile friendster 68% adalah palsu. Selain itu blog dan friensdter banyak dipakai oleh pemiliknya untuk melakukan character-assassination. Oleh karena itu, Roy menarik kesimpulan bahwa kebenaran informasi blog tak bisa dipercaya.

Sejumlah blogger pun bertanya-tanya. Apakah sang pakar telematika yang mengkritik blog ini punya blog, dia yang mengkritik friendster ini punya friendster. Ehmm... barangkali karena dia sudah tak percaya dengan segala macam barang gratisan, seperti blog atau email. Bukankah satu-satunya email yang sering dipakai juga numpang domain milik kampus? Ujung-ujungnya gratisan juga, khan?

Undangan yang bernada bersahabat disampaikan oleh Ikhlasul Amal. Amal mengajak Roy Suryo untuk menulis di blog. Saran Amal ini untuk memudahkan Roy melontarkan gagasannya daripada harus mengirimkannya ke milis dan media massa. Kelebihannya dengan blog, Roy bisa berinteraksi dengan para pembaca secara dua arah.

“Kelebihan blog menurut saya adalah kita bisa berkomunikasi langsung dengan pembaca tanpa melalui pihak ketiga yang kadang tidak cukup mengerti bidangnya. Kalau untuk RS menurut saya bukan itu yang dicari, RS malah butuh pihak ketiga yang punya akses ke masyarakat banyak, dan relatif percaya dengan omongan RS (lepas dari benar atau tidaknya argumentasi RS). Yang menjadi tujuan RS adalah sensasionalism, hal itu menurut saya gak bisa didapatkan dia dari blog. Selain itu media konvensional cenderung satu arah, hal ini cocok dengan personalitas RS yang kurang dapat berdiskusi. Jadi menurut saya, dari perspektif RS, blog tidak cocok untuk dia,” tulis Priyadi mengomentari posting Amal.

Kembali ke hubungan media dan Roy Suryo, siapa sebenarnya yang berkepentingan dalam mengekspos setiap isu sang pakar telematika itu. Media, ataukah Roy Suryo sendiri yang sebenarnya hendak mencari popularitas?

Pada kasus penemuan lagu Indoesia Raya Tiga Stanza ini, jika dirunut dari kronologi bagaimana isu itu dilempar ke publik, tampaklah bahwa Roy Suryo sendirilah yang mulanya mengontak media. Tak hanya itu ia menghubungi beberapa pejabat, ketua MPR sampai wakil presiden. Dan parahnya lagi, beberapa pejabat itu sempat terheran-heran akan penemuan Roy Suryo itu.

Apakah memang isu yang dihembuskan Roy Suryo ini, kalau memang tidak baru, tapi belum banyak diketahui oleh publik. Dan karena alasan itu Roy Suryo merasa perlu menyampaikannya ke media?

Baiklah jika memang demikian kenyataannya di lapangan, media, pejabat berwenang memang tak banyak yang tahu, sehingga kita bisa mengambil sisi positifnya. Persoalan selesai. Kehebohan itu cuma berlangsung beberapa hari saja dan masyarakat akan begitu saja melupakannya.

Tapi peristiwa ini tentu saja tak sebegitu mudahnya dilupakan oleh para blogger, khususnya yang sudah lama terlibat silang pendapat dengan Roy Suryo.

Selain soal kepakaran Roy Suryo dalam hal IT yang diragukan, juga sosok Roy Suryo yang dinilai gemar melakukan sensasi tanpa disertai data dan fakta yang akurat. Beberapa blogger menulis komentarnya terkait soal heboh penemuan “lagu Indonesia Raya Tiga Stanza” oleh sang pakar telematika ini.

Priyadi, misalnya. Dalam blognya priyadi.net, ia menulis “Kiat Sukses Menjadi ‘Penemu’ Versi Asli Lagu ‘Indonesia Raya’. Posting itu ditulis dengan nada satire yang sepertinya hendak menyatakan betapa naifnya seorang Roy Suryo, yang dalam aksinya kali ini lagi-lagi ingin mencari popularitas. Dari penelusuran arsip tulisan dalam blognya, Priyadi rupanya sudah beberapa kali menulis tentang Roy Suryo.

Catatan-catatan lainnya bisa ditemukan di blog Ndoro Kakung, Jay, M Fahmi Aulia, atau prediksi kisah selanjutnya "Habis Indonesia Raya, Beralih ke Telor Columbus".

Bagi sejumlah blogger, kasus penemuan lagu “Indonesia Raya Tiga Stanza” ini barangkali akan menambah catatan aib Roy Suryo, sosok yang dijuluki media sebagai pakar telematika. Blogger lain bisa jadi mendukung, masyarakat di luar blogger barangkali juga akan menganggap Roy Suryo sebagai orang yang banyak berjasa. Silakan saja, siapapun boleh menyampaikan pendapatnya. Media juga boleh memberikan julukan apa saja, namun pada akhirnya pembacalah yang akan memberikan penilaian. Apakah berita itu akurat, atau cuma sekadar sensasi!


*Tulisan ini dimuat di rubrik gaya suaramerdeka.com, dan juga versi blognya blog.suaramerdeka.com

Tulisan yang masih berkaitan:



2 comments:

  1. halah... ya jelas basi bos. saat masih SD aku pernah baca buku lagu2 wajib yang salah satunya memuat bait "Indonesia... Tanah yang Suci.... dst..."

    ReplyDelete
  2. ambil hikmahnya aja...klo waktu itu g rame, mungkin qt blum tentu ingat bait2 indonesia raya. Artinya nasionalisme qt dibangunkan lg dgn kejadian itu

    ReplyDelete