29 March 2005

Eksistensi Pers Mahasiswa

Oleh: Otong Fajari - Pengelola Presma Hayamwuruk Fakultas Sastra Undip

FUNGSI pers mahasiswa (persma) pada zaman keemasannya, sekitar tahun 1965 sampai akhir tahun 1970-an, adalah menjadi media bagi penyaluran intelektualitas dan idealisme mahasiswa pada saat itu.

Bahkan, dengan kesuksesannya mendobrak kebobrokan pemerintah, yang akhirnya berhasil menjadi agen perubah (agent of change) dinamika kehidupan masyarakat, persma menjadi semakin diakui eksistensinya di masyarakat.

Tapi kini, persma hanyalah sebuah wadah untuk menempa ilmu jurnalistik dan penyelenggara acara-acara seminar jurnalistik belaka. Lalu di mana peran sosial politik pers mahasiswa sekarang? Pergeseran posisi peran tersebut menjadikan persma terletak di posisi yang marjinal, tidak berfungsi layaknya sebagai agent of change.
Bagaimana caranya untuk mengubah nasib persma agar ditempatkan kembali menjadi kontrol sosial bagi masyarakat dan mahasiswa itu sendiri, agar predikat persma sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat diraih kembali.

Awalnya berangkat dari pandangan, bahwa persma dan media umum lainnya sebenarnya sama dalam hal sebagai media aspirasi masyarakat. Unsur yang membedakan ada pada faktor sejarah dan pelaku perubah zaman. Mahasiswa dan perubahan adalah dua hal yang saling berkaitan. Suatu negara, di mana saja, pasti mengenal adanya perubahan (reformasi), dan pelakunya mayoritas adalah generasi muda, dan sebagian besar mereka adalah mahasiswa. Di balik perubahan itu, hadirlah sosok pers mahasiswa sebagai media penyampai kritik secara tertulis tentang segala hal yang dianggap menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Begitu besarnya peran tersebut, persma menjadi bagian dari kelompok strategis pada dataran sosial politik.

Namun sekarang, warisan semangat perjuangan, serta visi-misi, tidak tersampaikan secara luas dan merata. Sebagai bukti, banyak persma yang dinyatakan mandul. Artinya, mereka hanya mernberitkan hal-hal intern kampus belaka. Segala keluh kesah di masyarakat tidak tersampaikan secara penuh, tapi sekadar selingan berita saja.
Ketika seorang mahsiswa ditanya kenapa ia ikut menjadi pengelola pers mahasiswa, ia menjawab, karena ingin memperdalam dunia jurnalistik atau meniti karier menjadi seorang jurnalis. Alasan klasik dan tidak membangun itu malah menjadi dasar utama mereka dalam mengelola pers mahasiswa, sehingga arah perjuangan bergeser menjadi arah orientasi berkarier, maka yang terjadi di masyarakat adalah kekecewaan bukan kepercayaan.

Koreksi
Banyak pers mahasiswa saat ini masih tenggelam pada kejayaan masa lalu (era 1965 sampai 1970-an). Bukti yang terjadi di lapangan semakin memperkuat dugaan melemahnya kualitas pemberitaan dan peran pers mahasiswa. Pemberitaan yang tidak kritis terhadap birokrat kampus dan pemerintah, tema/topik yang kering, menjadi hambatan terbesar yang sulit diubah.

Peran dan pergaulan pers mahasiswa dengan masyarakat saat ini berada pada kondisi yang kritis dan perlu upaya yang harus dilakukan dalam memperbaikinya.
Eksistensi pers mahasiswa yang harus dicari kembali adalah makna kedekatannya dengan masyarakat bukan sekadar hadir di masyarakat.

Adapun upaya tersebut merupakan langkah untuk melakukan koreksi diri atas semua kerja dan hasil dari produk persma saat ini. Hal yang harus diperhatikan saat ini adalah, pertama, dengan melihat kejayaan pers mahasiswa di masa lalu. Setelah itu memaknainya sebagai starting point penerapan nilai dan semangat perjuangan di masa lalu untuk diterapkan dalam persoalan masa kini dalam kondisi dan situasi apa pun.
Sederhananya adalah penerapan nilai perjuangan sebagai penyesuaian kondisi zaman sekarang.

Kedua, pers mahasiswa harus bisa menjadi jembatan antara kampus dan masyarakat. Mahasiswa adalah kelompok yang dekat dengan birokrat kampus. sehingga masyarakat lebih memilih mahasiswa sebagai kelompok yang dipercayai. Maka peran pers mahasiswa berlaku di sini. Masyarakat yang membutuhkan informasi tentang dunia kampus serta hal-hal yang belum transparan keakuratannya akan terpenuhi.

Ketiga adalah membentuk jaringan pers mahasiswa yang bersifat lokal dan nasional dengan agenda pertemuan antarpersma se-Indonesia, agar pergerakan serta perjuangan akan jelas arahnya. Banyak manfaat yang bisa dipetik dari acara tersebut, yang pasti itu bukanlah forum kongko-kongko atau dagelan belaka yang menghabiskan dana dan tenaga serta pikiran yang tidak bermanfaat.

Dengan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas, maka pers mahasiswa akan terlihat eksistensinya, dan bisa berhasil merebut kembali hati nurani masyarakat dengan pemberitaan yang cepat, akurat dan benar-benar dibutuhkan masyarakat.

*Dipublikasikan oleh Suara Merdeka, 24 Maret 2005

Tulisan yang masih berkaitan:



No comments:

Post a Comment